Kunjungan ke Luar Negeri; Upaya Peningkatan SDM
SEMARANG, PYTHAGORAS
– Beberapa waktu lalu tidak sedikit dosen IAIN Walisongo Semarang dikirim ke
luar negeri dalam rangka memberi kemajuan bagi konversi IAIN menuju UIN yang
sedikit tertunda oleh beberapa hal. Program
tersebut merupakan salah satu bentuk upaya IAIN dalam mengembangkan Sumber Daya
Manusia (SDM) dengan menggunakan anggaran dana dari Asian Development Bank
(AsDB).
Ketua Jurusan Tadris Matematika, Saminanto yang juga
ikut serta dalam program itu mengatakan bahwa kunjungannya ke luar negeri
berkaitan dengan pengembangan kurikulum yang akan diterapkan di IAIN terutama
di Tadris Matematika. Sehubungan dengan hal tersebut, ia mengikuti training
on curriculum of development selama satu minggu di Universitas Sains Islam
Malaysia (USIM).
Perguruan tinggi Islam yang pertama didirikan oleh
kerajaan Malaysia pada permulaan abad ke-21 itu dijadikan oleh IAIN sebagai
tempat untuk melakukan studi banding. Alasannya adalah integrasi ilmu sains dan
ilmu Islam yang diterapkan di USIM selaras dengan tujuan yang ingin dicapai
IAIN dalam pembangunan visi dan misi serta penyusunan kurikulum.
“Oleh karena IAIN sekarang akan berubah menjadi UIN,
maka akan diterapkan paradigma baru yaitu unity of science atau wahdatul ulum ‘kesatuan ilmu’ yang
mengandung arti bahwa tidak ada perbedaan antara ilmu agama dengan ilmu sains
karena ilmu pada dasarnya berangkat dari Allah. Dengan demikian, visi, misi,
dan apapun yang digerakkan IAIN harus menggunakan nafas yang dinamai paradigma unity
of science,” ungkap lelaki yang akrab dipanggil pak Sam itu.
Setelah mengikuti studi banding di USIM, dosen-dosen
diharapkan dapat melihat integrasi antara agama dan sains dalam kurikulum yang
ada di sana, kemudian mengadopsi dan mengimplementasikannya di IAIN. Penerapan
kurikulum di USIM sangat didukung oleh sistem budaya yang baik. Diantaranya
tampak dari fasilitas, gedung-gedung yang atapnya berornamen al-Quran. Selain
itu, salah satu syarat penerimaan mahasiswa ilmu kedokteran mengharuskan calon mahasiswa
tersebut hafal al-Qur’an. Mereka juga harus mengalami persiapan selama satu
semester, seperti materikulasi. Dalam persiapan tersebut telah tersedia lembaga
untuk menampung mahasiswa dengan dibiayai oleh negara. “Kebijakan yang luar
biasa itu dikarenakan USIM ingin mencetak para dokter seperti pada era Ibnu
Sina,” kata pak Sam.
Menurut Saminanto sendiri, sebenarnya IAIN telah
melakukan yang terbaik, hanya saja budaya keislaman di sini masih belum
terdukung dengan baik. Oleh karena itu, integrasi yang akan dibangun di IAIN
ada tiga yaitu islamisasi ilmu sains, humanisasi ilmu agama, dan membangun
budaya kearifan lokal atau local wisdom.
Sebagai ketua jurusan, Saminanto berharap lulusan
Tadris Matematika harus menjadi guru matematika yang profesional, pandai dalam
matematika dan agama, serta berakhlakul karimah dan taat dalam beribadah karena
hal itulah yang merupakan keunggulan tersendiri dari IAIN sehingga
menjadikannya berbeda dengan lulusan Pendidikan Matematika dari perguruan
tinggi lain. “Mulai tahun ini (2014), mahasiswa Tadris Matematika harus
mengintegrasikan dalil-dalil al-Quran sebagai landasan dalam berpikir dan
menerapkannya dalam kegiatan maupun tugas perkuliahan, salah satunya yaitu
pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dengan demikian, terwujudlah
kesatuan antara ilmu matematika dengan al-Quran,” tuturnya.
Aktif
dan Berinisiatif
Bersamaan dengan dikirimnya dosen-dosen IAIN untuk
studi banding di luar negeri, dua dosen Tadris Matematika yaitu Any Muanalifah
dan Yulia Romadiastri juga berangkat ke luar negeri. Akan tetapi, tujuan dari
Any dan Yulia berkunjung ke luar negeri bukan tugas dari IAIN melainkan untuk
menambah wawasan dan memperdalam ilmu yang merupakan inisiatif mereka dalam
menyikapi perkembangan ilmu matematika.
Any dan Yulia mengikuti program research school oleh
Centre International de Mathématiques Pures et Appliquées (CIMPA) atau International
Center for Pure and Applied Mathematics (ICPAM). CIMPA merupakan pusat United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization
(UNESCO) yang berbasis di Nice dan dibiayai oleh beberapa negara, salah satunya
Perancis. Dalam research school terdapat semacam short course
atau conference yang diadakan selama kurang lebih dua minggu di
negara-negara berkembang dengan berbagai pilihan tema.
Menurut Yulia, peserta yang berminat bisa mendaftar
secara online dengan cara mengisi formulir dan curriculum vitae ‘riwayat
hidup’ serta mengirimnya yang kemudian akan diseleksi. Pada program ini hanya dibatasi
empat kali pendaftaran research school karena mungkin keterbatasan dana.
“Saya lolos seleksi short course di India dengan materi ‘Deret Fourier
(baca: Foye)’ sesuai dengan latar belakang pendidikan saya,” ujar dosen
kalkulus itu.
Pada waktu dan tempat yang berlainan, Any mengungkapkan
kepada Pythagoras bahwa program CIMPA tersebut diperuntukkan bagi
mahasiswa studi lanjut S2 atau S3. Jadi, tidak dikhususkan bagi dosen saja.
“Seperti halnya bu Yulia, saya lolos seleksi short course di India,
bedanya di sana saya mendapatkan materi ‘Aljabar’ dan ‘Teori Bilangan’. Selain
itu, saya juga lolos seleksi short course dengan materi ‘Singularity
Theory’ di Vietnam,” imbuhnya.
Perguruan tinggi di Indonesia, termasuk IAIN
Walisongo juga bisa menyelenggarakan research school dengan cara mengirimkan
proposal kepada CIMPA. Langkah-langkah yang dapat dilakukan diantaranya yaitu
menentukan tema, pengisi lecture atau kuliah, tempat penyelenggaraan,
dan perkiraan dana yang dibutuhkan. “Proposal yang telah dikirim akan
diseleksi. Jika menurut mereka proposalnya memiliki prospek yang baik, maka
bisa disetujui,” tandas Yulia.
Senada dengan hal tersebut, Any berkata, “jika kita
berencana menjadi penyelenggara research school, maka kita harus memiliki
kesiapan serta kematangan dalam segi fasilitas maupun pengetahuan dan
penggunaan bahasa internasional, bahasa Inggris.” Untuk mewujudkan semua itu,
hendaknya mahasiswa IAIN, khususnya Tadris Matematika harus bisa menguasai
bahasa Inggris terlebih dahulu. Selain itu, dosen Struktur Aljabar tersebut
juga berharap mahasiswa Tadris Matematika dapat aktif mengikuti perkembangan
ilmu matematika.
Setelah mengikuti short course tersebut,
Yulia mengatakan bahwa selain wawasan, teman ataupun koneksi juga menjadi
bertambah. Ia berpesan, “mahasiswa Tadris Matematika harus bisa menggunakan
bahasa Inggris dalam belajar matematika sehingga mahasiswa dapat belajar
matematika secara luas, tidak hanya dalam ranah pendidikan. Mahasiswa juga harus
bisa menguasai semua materi dasar matematika.”
Hal tersebut diamini Any. Selain itu, banyak
pengalaman yang ia peroleh, disamping diajar tentang materi penelitian baru. “Saya
kagum dengan sistem perkulihan di sana, disiplin dan menyenangkan. Itulah yang
patut kita tiru. Saya berharap, ke depannya di Tadris Matematika ada kedisiplinan
yang lebih baik lagi dalam kegiatan perkuliahan sehingga tak kalah disiplinnya
dengan universitas di luar negeri,” katanya.
Lap. Khotijah dan Diah
0 komentar:
Posting Komentar